
Shalahuddin
Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya
Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau
Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit,
Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat
itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk
untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek,
Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi
gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama
di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik
perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan
pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun,
dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi
seorang wazir
akibat ada konflik didalam kastil. Di Mosul , keluarga Najm
bertemu dan membantu Zangi, seorang penguasa arab yang mencoba menyatukan
daerah-daerah muslim yang terpecah menjadi beberapa kerajaan seperti Suriah,
Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yarussalem, Damaskus.
Zangi berhasil menguasai Suriah selanjutnya Zangi bersiap
untuk menghadapi serbuan tentara Salib dari Eropa yang telah mulai memasuki
Palestina. Zangi bersama saudaranya; Nuruddin menjadi mentor bagi Salahudin
kecil yang mulai tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarga ksatria. Dari
kecil sudah mulai terlihat karakter kuat Salahudin yang rendah hati, santu
serta penuh belas kasih. Zangi meninggal digantikan Nuruddin. Paman Salahudin,
Shirkuh kemudian ditunjuk untuk menaklukan Mesir yang saat itu sedang dikuasai
dinasti Fatimiyah. Setelah penyerangan kelima kali, tahun 1189 Mesir dapat
dikuasai. Shirkuh kemudian meninggal. Selanjutnya Salahudin diangkat
oleh Nuruddin menjadi pengganti Shirkuh.

Banyak sekali
kisah tentang kepahlawanan Salahudin. Banyak sejarahwan yang menulis tentang
dirinya. Baik di timur maupun di barat, dia dipuji sebagai seorang pahlawan
sejati. Kepiawaiannya dalam memimpin pasukan, kemampuannya dalam mengatur
setrategi perang, belum pernah terkalahkan. Selain juga pribadinya yang
bersahaja dan sifatnya yang arif dalam menghadapi musuh yang sudah tidak
berdaya. Maka layak jika ia disebut sebagai seorang pemimpin sejati sepanjang
sejarah.
0 comments:
Post a Comment